Featured
- Get link
- X
- Other Apps
Menjauh Untuk Menjagamu
Tulisan ini hanya secuil dari ringkasan kebingungan hati manusia yang nggak ngerti harus menang untuk tersesat atau menahan untuk akhirnya kandas, mengangkat suara untuk menjadi lega atau memilih diam untuk menjaga. Meski diam nggak sepenuhnya rela untuk diam. Dan meski diam sangat membuat hati tertekan dan ribut dengan tanya. (Gimana kalo sampai salah paham? Terus akhirnya kita yang ribut?). Serta nggak semua yang kita diam-kan ikut menjaga. Namun jika dipaksa untuk angkat suara, setan pun akan ikut angkat suara dan suara ini akan membuat gempar hati manusia yang masih berfungsi, bahkan bisa membuat hidup bahagia tapi dengan jalan yang gelap dan menyesaatkan. Walau kenyataannya kita lebih memilih yang penting seneng, bisa haha hihi, walau kita lagi diketawain setan. Emang enak banget. Saking nyamannya kita aja nggak sadar kalau itu bahagia ter-ba-ha-gi-a-nya kita.
Memendam, menyimpan, dan menjaganya supaya nggak ngelawan arah. Itu maksudnya. Bukan nggak setuju kalau cinta harus diperjuangkan. Cuma takut aja karena katanya, setiap perjuangan harus ada pengorbanan. Lebih takutnya lagi, saat mikir kira-kira apa yang akan jadi pengorbanan. Yang lebih lebih takutnya lagi gimana kalau yang kita perjuangkan nggak ngehargai usaha kita atau nggak sadar diri. Apalagi berjuang itu banyak macemnya. Berjuang dengan terang-terangan atau dengan cara gerilya?. Dari berjuang dengan cara deketin, telfon tiap hari, tanyain kabar, baikin orang tuanya, deketin kakak-adiknya, sampe yang lebih epic ngomong terus terang ke masing-masing orang tuanya “ Pak,Bu anaknya jangan sama orang lain ya, soalnya kita berdua udah kenal deket banget ”, atau yang lebih epic lagi titipin dan minta jagain cintanya sama Yang Maha Cinta lewat do’a. Ya seperti yang tadi diomongin, berjuang itu banyak macemnya.
Segudang kepanikan sering banget dateng. Setan yang selalu dateng diantara kita dua manusia yang berbeda paling bisa banget meromantisasi keadaan. Seriusan takut parah. Takut ngomong, beneran takut. Antara mau cari ruang lega atau diam untuk bisa menjaga. Mau ngomong dengan cara ngetik di whatsapp-pun takut bukan kepalang. Mau bales pake emot yang unyu-unyu pun mikir dulu, ”Haduh nggak dehh, jangan,”. Sampai pas ngerasa ngilang pun sebenernya pengin banget nanyain, “hey kamu dimana?” tapi lagi-lagi nggak, nggak boleh, tahan.
Jarak tiga meter aja yang namanya cinta wihh nggak ketulungan gemeterannya. Ya wajar banyak yang suka salah tingkah. Wajar kalau tiba-tiba nggak bisa nafas. Wajar kalau matanya nggak bisa dipalingkan. Lhah kita lagi lihat seseorang yang sangat kita cintai. Itu wajar. Normal. Jangan nyalahin orang yang kayak gini. Salahin aja yang udah beneran kelewat batas sampai nggak bisa ngendaliin dirinya. Mau di netral-netral-in se-netral apapun ya susah. Maka dari itu Islam mengajarkan untuk menurunkan pandangan. Indah bukan?.
Untuk laki-laki, pernah nggak? Ngerasa takut kehilangan seseorang yang sudah lama kita cintai namun belum kunjung berani menyatakan. Di timpuk lagi bahwa katanya perempuan itu nggak butuh janji tapi butuh kepastian. Manusia yang nulis ini ngerti, bahwa ngasih kepastian itu susah karena nggak ngerti kapan dirinya siap. Yang dia tahu, aku serius dan kamu juga harus jaga hati aku walau aku belum bisa ngasih kapan kepastiannya. Intinya kamu tunggu aja. Di timpuk lagi bahwa katanya perempuan itu nggak mau lama nunggu. Lagi-lagi, si manusia yang nulis ini ngerti, bahwa cinta aja nggak sepenuhnya cukup, dia harus kerja buat wujudin impiannya dan janji dengan keluarganya dulu, baru bisa dateng buat ngelamar. Bahkan masih banyak kekhawatiran yang mungkin nggak gue ngerti. Coba kurang takut apa dua manusia yang berbeda ini, kurang khawatir mana dua manusia ini. Yang satu minta kepastian, yang satu takut ngomong karena memang banyak hal lain dibelakang dia, mengingat dia akan menjadi imam untuk keluarganya kelak. Yang sebenernya misal dicoba saling memahami, ketakutan, kecemasan, kegalauan, dan perasaan bimbang itu nggak akan pernah ada.
Masih kurang uwaw lagi gelisahnya. Belum lagi, udah sama-sama cinta. Yang satu berusaha ngomong, dan yang satu tetep dingin, diem, kayak mayat tapi hidup. Sampai mikir kenapa nggak sekalian mati aja daripada hidup tapi nggak bisa menghargai orang?. Wuuh bingung nggak ketulungan. Berasa lagi dipermainkan pastinya. Padahal yang satu nggak ngerti diam dan dinginnya maksudnya apa? Dan lagi-lagi belum berani ngomong, nggak berani tanya. Masih kurang ngguncang hati lagi, yang satu udah paham dia lagi diperjuangin, terus dia diam dengan maksud menjaga, eeh yang satu malah ngeraguin atau minimalnya salah paham. Dibilang nggak ada respon misalnya. Padahal sebenernya percaya tapi ragu. Ya, karena ragu semesta tak terlawan oleh manusia (lagunya Isyana).
Mungkin ada yang lebih takut lagi, udah paham sama-sama cinta, udah mau sama-sama ngerti dan menjaga, tapi belum sempat ngomong dan harus pisah pindah negara misalnya. Takut ya pasti. Gimana dia saat disana dan aku disini?. Kembali lagi, kunci LDR itu saling percaya.
Gimana sampai sini? Bener nggak cinta itu butuh pemahaman. Karena yang gandengan berdua belum bisa dihukumi cinta. Yang foto bareng berdua belum bisa dikatakan cinta. Cinta itu pemahaman. Bagaimana dia paham cinta itu apa, cinta itu kayak apa, untuk apa, dan whats next?. Cinta itu dipahami. Karena ada manusia yang saling mencintai dalam sepi. Ada juga manusia yang berjuang untuk cinta dalam sepi. Ada juga manusia yang menyatakannya dengan cara menjaganya bukan sekadar ngasih bunga terus ngomong, “ Yang aku cinta sama kamu,”. Setelah dipahami, kita akan mengerti. Seperti apa cinta yang kita punya. Yang beneran serius apa buat yang penting punya ajah. Setelah dimengerti baru diarahkan. Kita ngerti kita serius, kita berdua sama-sama serius misal belum siap buat menikah ya nanti tunggu saat yang pas. Kita jauhan dulu. Saling menjaga dulu. Sama-sama percaya aja. Tuhan nggak akan ngasih kita penantian panjang kalau memang dua manusia ini berjodoh.
Seperti pertemuan yang nggak pernah diduga, dan cinta dua manusia yang berbeda ini yang nggak pernah direncanakan mau jatuh cinta sama siapa dan kapan. Dan kadang jatuh cinta nggak bisa kita mengerti dan selau tersirat, ya begitulah. Sebisa mungkin kita arahkan. Kita yang memegang kendali atas diri kita. Cinta butuh dipahami, dimengerti, kemudian diarahkan. Mengingat sangat sulit sekali memberi kepastian. Karena umur kita aja nggak ngerti bisa sampai atau nggak. Bisa aja kita sayying goodbye mendadak. Inget pahami, pahami,pahami. Baik buruknya cinta tergantung kemana kita membawanya.
Perihal cinta harus diperjuangkan, itu memang benar tapi orang yang gagal dengan perjuangannya akan menganggap kata ini mutlak omong kosong. Orang yang menganggap cinta itu bagian dari cara menyakiti diri, mungkin juga dia berpengalaman atas itu. Orang yang lagi jatuh cinta nggak sadar kalau dia lagi jatuh cinta. Diingetin untuk hati-hati ya sabodo. Kayak orang mabok aja gimana. Dia nggak sadar dan nggak mau sadar kalau dia mabok. Yang dia tahu ya cinta itu indah. Semua punya definisi cinta masing-masing. Nggak ada yang salah. Terserah dia.
Ohh iya, semua rasa takut, gelisah itu sebenarnya kamu itu masih dijaga sama iman. Walaupun bisa aja kan misal manusia ini mau, yaudah lepas aja bodoamat. Hidup hidup siapa? Suka suka siapa?. Tapi semua itu nggak terjadi karena iman. Jarak tiga meter aja udah ngerasa gugup nggak ngerti harus ngapain. Apalagi disuruh ngomong. Ya auto jurus paling keren dan aman adalah Menjauh untuk Menjagamu. Cinta itu fitrahnya suci dan alamiah. Nggak pantes kita rusak fitrahnya hanya karena cinta banget banget banget atau takut kehilangan atau takut keduluan orang. Inget, semua udah ada aturannya.
Semoga kita bisa saling menjauh untuk menjaga, bukan menjauh untuk dianggap tidak ada. Ada namun tersimpan. Ada namun tersembunyi. Karena biasanya perempuan yang sering dapetin posisi ini. Antara memilih menang untuk tersesat atau menahan untuk akhirnya kandas, mengangkat suara untuk menjadi lega atau memilih diam untuk menjaga. Ayolah mengerti. Jangan salah artikan diam-nya perempuan. Karena perempuan lebih nggak sanggup melihat orang yang diam-diam dicintainya malah memilih pergi hanya karena mungkin kurang mengerti maksud diam-nya.
Nggak peduli ada cinta dalam diam, atau yang diam-diam cinta. Apapun itu, menjaga cinta itu lebih utama daripada mengungkapkan apalagi menuntut untuk memberi kepastian. Musim bisa berganti, malam berubah jadi terbit fajar, kemudian pagi berubah menjadi sore, sore mejadi petang seterusnya malam dan terus berlanjut. Jika cinta kita definisikan dengan raga yang selalu dekat, itu nggak mungkin terjadi karena kita punya kuota hidup masing-masing. Tapi kita sadari bahwa cinta yang tulus itu akan tetap kita rasakan walau orang yang kita cintai sudah pergi meninggalkan kita.
Untukmu
dan untuk teman-teman sekalian yang entah itu iseng atau sengaja atau bahkan
terpaksa baca tulisan konyol ini, inget baik-baik. Jauhnya kita, untuk
menjauhi sesuatu yang Tuhan benci. Titipin sama Tuhan. Udah percaya ajah. Daripada
deket banget tapi kita di jalan yang salah, lebih baik Menjauh untuk
Menjagamu. Terima kasih untuk manusia super Ikhlas yang udah mau diajak ngobrol ribut soal ini. Makasih juga temen-temennya Inti.
Tunggu waktu yang sakral itu tiba.
Semoga bisa memberi arti.
Comments
Menjauh untuk pasrah kiranya!!!!!!!!!
ReplyDeletepasrah buat nyerah? jiakhhhh
Delete